PEMIKIRAN SUFISME PERIODE AWAL DAN SUFISME INDIVIDUAL

  • Ahmad Sodikin IAIN Ponorogo

Abstract

Pemikiran bidang sufisme, secara epistemologis adalah pengetahuan keislaman yang didasarkan pada nalar irfani, berbeda dengan nalar bayani dan burhani sebagaimana dikategorikan oleh Muhammad Abed al-Jabiri. Nalar tersebut di dalam perkembangan ilmu keislaman diistilahkan dengan tasawuf atau sufisme yang khusus dipakai untuk menggambarkan mistisisme dalam Islam. Tujuan sufisme itu sendiri adalah memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran sufistik mengambil bentuk rasa  dekat sekali dengan Tuhan dalam arti bersatu dengan Tuhan (ittihadat)[1].


Pada pokok pembahasan ini, penulis mencoba membahas mengenai asal-usul sufisme,  kemunculan aliran sufisme, perkembangan pembentukan aliran dan pemikiran sufisme. Oleh karena itu penulis menggunakan teori perubahan untuk menganalisis perkembangan yang terjadi dalam sufisme. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengcounter tuduhan orientalis yang menganggap dan menyatakan bahwa tasawuf bukan produk asli Islam. Sehingga dalam ajaran-ajarannya terkait wilayah esoteris dan eksoteris terdapat kesamaan dengan non-Islam seperti: Hindu, Budha, Kristen, dan sebagainya.


 Hasil daripada temuan dari penulis adalah bahwa sufisme atau tasawuf merupakan produk asli ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan as-Sunnah. Sejak awal mula Islam didakwahkan oleh Nabi Muhammad Saw., yang kemudian dilanjutkan oleh para sahabatnya hingga generasi penerus ajaran Islam berikutnya. Hal ini karena tasawuf dalam pembentukan disiplinnya adalah berdasarkan pada ajaran moral keagamaan. Oleh karena itu tasawuf bersumber dari al-Qur’an, as-Sunnah, amalan dan ucapan para sahabat yang tidak keluar dari ruang-lingkup  Al-Qur’an dan As-Sunnah


 

References

Anas, Muhammad, dan Mà Arif. “Tasawuf Falsafi Dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam.” Jurnal Vicratina 3, no. 1 (2018): 1.

Ibda, Hamidulloh. “Penguatan Nilai-Nilai Sufisme Dalam Nyadran Sebagai Khazanah Islam Nusantara.” Jurnal Islam Nusantara 2, no. 2 (2018): 148. https://doi.org/10.33852/jurnalin.v2i2.92.

Syukur, Muhammad Amin. “Sufi Healing: Terapi Dalam Literatur Tasawuf.” Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 20, no. 2 (2012): 391. https://doi.org/10.21580/ws.2012.20.2.205.

Yusuf, Achmad. “Moderasi Islam Dalam Dimensi Trilogi Islam (Akidah, Syariah, Dan Tasawuf).” Al-Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam 203 (2018): 203–16. http://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/pai.

Zaini, Ahmad. “Pemikiran Tasawuf Imam Al-Ghazali.” Esoterik 2, no. 1 (2017). https://doi.org/10.21043/esoterik.v2i1.1902.

Buku :

Abu al-Wafa al-Ghanimi, Al-Taftazani. Sufi dari Zaman ke Zaman. Bandung: Pustaka, 1985.

Anas, Muhammad, dan Mà Arif. “Tasawuf Falsafi Dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam.” Jurnal Vicratina 3, no. 1 (2018): 1.

Ghazali, imam. AL-Munqid minad dhalal. Diedit oleh Agnes Maemunah. 1 ed. Bekasi: Al-Muqsith Pustaka, 2020.

H.A. Rivay, Siregar. Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000.

Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam: Filsafat Islam, Mistisisme Islam - Tasawuf. 12 ed. Jakarta: Bulan Bintang, 2014.

———. Islam di tinjau dari berbagai aspeknya. Jakarta: UI-Press, 2015.
Russe, Betrand. Mysticism and logic. New York: The Modern Library, 1927.
Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996.
Published
2022-09-25
How to Cite
SODIKIN, Ahmad. PEMIKIRAN SUFISME PERIODE AWAL DAN SUFISME INDIVIDUAL. Proceeding of Conference on Strengthening Islamic Studies in The Digital Era, [S.l.], v. 2, n. 1, p. 464-474, sep. 2022. ISSN 2808-4675. Available at: <https://prosiding.iainponorogo.ac.id/index.php/ficosis/article/view/659>. Date accessed: 16 apr. 2024.