DESA SINGGAHAN SEBAGAI PUSAT KESENIAN TARI KELING GUNO JOYO

  • Darapuspita Nabilla Maheswari IAIN Ponorogo

Abstract

Desa Singgahan terdiri dari enam dusun dan terletak sekitar 23 kilometer sebelah timur kota Ponorogo di lereng barat Gunung Wilis. Dulunya merupakan hutan lebat hingga Raden Mas Aria Jipang dari Mataram dan keluarganya membangun rumah Joglo di sana. Rumah tersebut direklamasi oleh hutan setelah mereka pergi, namun akhirnya ditemukan dan diberi nama “rumah sementara” oleh Raden Mas Bagus Panjul, putra seorang pejabat setempat. Ia menamakan tempat itu "Singgahan" karena menurutnya tempat itu merupakan gudangnya benda-benda suci setelah menemukan benda-benda pusaka di sana. Seiring berjalannya waktu, Singgahan berubah dari hutan belantara terpencil menjadi komunitas yang berkembang. Terletak di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo dan terkenal dengan kesenian tradisionalnya. Desa ini mempunyai luas 495.286 hektar, sebagian besar berada di daerah dataran tinggi. Sejarah Kesenian Tari Keling di Dusun Mojo Desa Singgahan Ponorogo, memiliki akar sejak tahun 1942 dalam situasi sulit akibat politik dan kemarau panjang. Kesenian ini muncul sebagai alternatif ekonomi dengan biaya terbatas, melibatkan pemuda setempat yang dilatih oleh Khasan Ngali. Meskipun mengalami pasang surut politik, kesenian ini tetap dilestarikan oleh Mbah Warni dan generasi penerusnya. Kini dikenal sebagai Guno Joyo, kesenian Tari Keling menjadi daya tarik bagi masyarakat Ponorogo dan di luar wilayah tersebut. Meski terbatas fasilitas, pemuda-pemudi dusun Mojo berusaha melestarikannya dengan pertunjukan yang menarik perhatian masyarakat. Pertunjukan Kesenian Tari Keling diiringi musik gamelan sederhana dengan durasi 45 menit. Sajian melibatkan pembukaan sinopsis, musik pambuko, dan tari Keling. Tari Prajurit Keling, yang menyerupai orang Keling, menjadi highlight yang paling ditunggu-tunggu. Pertunjukan ini melibatkan gerak tari yang telah mengalami proses stilisasi, dibagi menjadi gerak maknawi dan gerak murni. Iringan musik gamelan, lagu macapat, dan pambuko tari Keling yang sudah dipakemkan menjadi bagian integral dari kesenian ini. Tata rias memberikan sentuhan pada penampilan dengan membentuk wajah sesuai tema dan karakter peran, memperkuat imajinasi penonton, dan memberikan suasana yang wajar. Keseluruhan pertunjukan menjadi daya tarik yang disukai oleh masyarakat Ponorogo, khususnya di desa Singgahan. Metode yang digunakan dalam kajian ini menggunakan perpaduan pendekatan penelitian studi pustaka yang diperkuat dengan analisis data deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk menggambarkan atau menjelaskan fenomena atau kejadian yang terjadi secara detail.  Kesimpulannya Desa Singgahan, terletak sekitar 23 kilometer sebelah timur kota Ponorogo di lereng barat Gunung Wilis, terdiri dari enam dusun dan terkenal dengan kesenian tradisionalnya, khususnya Tari Keling. Awalnya merupakan hutan lebat yang dibuka oleh Raden Mas Aria Jipang dan keluarganya. Setelah rumah mereka ditinggalkan dan hutan mengambil alih, tempat itu ditemukan kembali oleh Raden Mas Bagus Panjul yang menamakannya "Singgahan" karena menemukan benda pusaka di sana. Desa ini berkembang menjadi komunitas yang luasnya 495.286 hektar, sebagian besar berada di dataran tinggi. Tari Keling di Dusun Mojo dimulai tahun 1942 sebagai alternatif ekonomi selama masa sulit. Dikembangkan oleh Khasan Ngali dan dilestarikan oleh Mbah Warni, kini dikenal sebagai Guno Joyo. Pertunjukan Tari Keling, berdurasi 45 menit dengan iringan gamelan sederhana, melibatkan gerakan tari maknawi dan murni, serta tata rias tematik, menjadi daya tarik bagi masyarakat Ponorogo dan sekitarnya.

Published
2022-10-26
How to Cite
NABILLA MAHESWARI, Darapuspita. DESA SINGGAHAN SEBAGAI PUSAT KESENIAN TARI KELING GUNO JOYO. Prosiding Lokakarya Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial IAIN Ponorogo, [S.l.], v. 2, p. 58-67, oct. 2022. Available at: <https://prosiding.iainponorogo.ac.id/index.php/ips/article/view/1226>. Date accessed: 23 dec. 2024.